Halal
bihalal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana
Idul Fitri, adalah satu dari istilah-istilah "keagamaan"
yang hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Istilah tersebut
seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenarannya
dari segi bahasa , walaupun semua pihak menyadari bahwa tujuannya
adalah mencipakan keharmonisan antara sesama.
Hemat saya, paling tidak ada dua makna yang dapat dikemukakan
menyangkut pengertian istilah tersebut, yang ditinjau dari dua
pandangan. Yaitu, pertama, bertitik tolak dari pandangan hukum
Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasan.
Menurut pandangan pertama - dari segi hukum - kata halal biasanya
dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang
sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian
kata para pakar hukum. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan
serta tidak mengundang dosa. Jika demikian, halal bihalal adalah
menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan
berakibat dosa. menjadi halal dengan jalan memohon maaf.
Pengertian seperti yang dikemukakan di atas pada hakikatnya
belum menunjang tujuan keharmonisan hubungan, karena dalam bagian
halal terdapat sesuatu yang dinamai makruh atau yang tidak disenangi
dan sebaiknya tidak dikerjakan. Pemutusan hubungan (suami-istri,
mislanya) merupakan sesuatu yang halal tapi paling dibenci Tuhan.
atas dasar itu, ada baiknya makna halal bihalal tidak dikaitkan
dengan pengertian hukum.
Menurut pandangan kedua - dari segi bahasa - akar kata halal
yang kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti
yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya.
Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut, antara
lain, berarti "menyelesaikan problem", "meluruskan
benang kusut", "melepaskan ikatan", dan "mencairkan
yang beku".
Jika
demikian, ber-hala bihalal merupakan suatu bentuk aktivitas yang
mengantarkan pada pelakunya untuk meluruskan benag kusut, menghangatkan
hubungan yang tadinya beku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan
yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang
menghadang terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan
yang dingin, keruh dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang
haram. Ia menjadi begitu karena Anda lama tidak berkunjung kepada
seseorang, atau ada sikap tidal adil yang Anda ambil namun menyakitkan
orang lain, atau timbul keretakan hubungan dari kesalhpahaman
akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya
ini, tidak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan
secara baik; yang beku dihangatkan, yang kusut diluruskan, dan
yang mengikat dilepaskan.
Itulah makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah
tersebut enggan anda gunakan, katakanlah bahwa itu merupakan hakikat
Idul Fitri, sehingga semakin banyak dan seringnya Anda mengulurkan
tangan dan melapangkan dada, dan semakin parah luka hati yang
Anda obati dengan memaafkan , maka semakin dalam pula penghayatan
dan pengamalan Anda terhadap hakikat halal bihalal . Bentuknya
memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran
Islam.
Quraish Shihab dikutip dari buku "Lentera Hati": Kisah
dan Hikmah Kehidupan", oleh M. Quraish Shihab, Penerbin Mizan,
Maret 1995
sumber : myquran.com
Posting Komentar