Selamat Datang di Portal Pendidikan

Misteri Terbentuknya Tata Surya

Asal Usul Terjadinya Bumi dan Tata
Surya
Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi akan terjadi
evolusi teori pembentukan tata surya
dan bumi. Perbedaan pendapat dan
kontroversi pasti akan terjadi dalam
menyikapi fenomena alam semesta yang
masih sangat misterius. Berbagai teori
sejak jaman dulu hingg jaman modern
diungkapkan untuk mengetahui asal
usul terjadinya tata surya dan bumi.
Tata Surya adalah kumpulan benda
langit yang terdiri atas sebuah bintang
yang disebut Matahari dan semua objek
yang terikat oleh gaya gravitasinya.
Objek-objek tersebut termasuk delapan
buah planet yang sudah diketahui
dengan orbit berbentuk elips, lima
planet kerdil/katai, 173 satelit alami
yang telah diidentifikasi[b], dan jutaan
benda langit (meteor, asteroid, komet)
lainnya.
Tata Surya terbagi menjadi Matahari,
empat planet bagian dalam, sabuk
asteroid, empat planet bagian luar, dan
di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper
dan piringan tersebar. Awan Oort
diperkirakan terletak di daerah terjauh
yang berjarak sekitar seribu kali di luar
bagian yang terluar.
Berdasarkan jaraknya dari matahari,
kedelapan planet Tata Surya ialah
Merkurius (57,9 juta km), Venus (108
juta km), Bumi (150 juta km), Mars
(228 juta km), Yupiter (779 juta km),
Saturnus (1.430 juta km), Uranus
(2.880 juta km), dan Neptunus (4.500
juta km). Sejak pertengahan 2008, ada
lima obyek angkasa yang diklasifikasikan
sebagai planet kerdil. Orbit planet-planet
kerdil, kecuali Ceres, berada lebih jauh
dari Neptunus. Kelima planet kerdil
tersebut ialah Ceres (415 juta km. di
sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan
sebagai planet kelima), Pluto (5.906 juta
km.; dulunya diklasifikasikan sebagai
planet kesembilan), Haumea (6.450 juta
km), Makemake (6.850 juta km), dan
Eris (10.100 juta km). Enam dari
kedelapan planet dan tiga dari kelima
planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit
alami, yang biasa disebut dengan
“bulan” sesuai dengan Bulan atau satelit
alami Bumi. Masing-masing planet
bagian luar dikelilingi oleh cincin planet
yang terdiri dari debu dan partikel lain.
Bumi adalah planet ketiga dari delapan
planet dalam Tata Surya. Diperkirakan
usianya mencapai 4,6 milyar tahun.
Jarak antara Bumi dengan matahari
adalah 149.6 juta kilometer atau 1 AU
(Inggris: astronomical unit). Bumi
mempunyai lapisan udara (atmosfer)
dan medan magnet yang disebut
(magnetosfer) yang melindung
permukaan Bumi dari angin matahari,
sinar ultraungu, dan radiasi dari luar
angkasa. Lapisan udara ini menyelimuti
bumi hingga ketinggian sekitar 700
kilometer. Lapisan udara ini dibagi
menjadi Troposfer, Stratosfer, Mesosfer,
Termosfer, dan Eksosfer.
Berbagai teori asal usul terjadinya
Bumi dan Tata Surya
Hal utama yang dihadapi untuk mengerti
lebih jauh lagi tentang Tata Surya adalah
bagaimana Tata Surya itu terbentuk,
bagaimana objek-objek didalamnya
bergerak dan berinteraksi serta gaya
yang bekerja mengatur semua gerakan
tersebut. Jauh sebelum Masehi, berbagai
penelitian, pengamatan dan perhitungan
telah dilakukan untuk mengetahui
semua rahasia dibalik Tata Surya.
Pengamatan pertama kali dilakukan oleh
bangsa China dan Asia Tengah,
khususnya dalam pengaruhnya pada
navigasi dan pertanian. Dari para
pengamat Yunani ditemukan bahwa
selain objek-objek yang terlihat tetap di
langit, tampak juga objek-objek yang
mengembara dan dinamakan planet.
Orang-orang Yunani saat itu menyadari
bahwa Matahari, Bumi, dan Planet
merupakan bagian dari sistem yang
berbeda. Awalnya mereka
memperkirakan Bumi dan Matahari
berbentuk pipih tapi Phytagoras
(572-492 BC) menyatakan semua benda
langit berbentuk bola (bundar).
Sampai dengan tahun 1960,
perkembangan teori pembentukan Tata
Surya bisa dibagi dalam dua kelompok
besar yakni masa sebelum Newton dan
masa sesudah Newton.
Permulaan Perhitungan Ilmiah
Perhitungan secara ilmiah pertama kali
dilakukan oleh Aristachrus dari Samos
(310-230 BC). Ia mencoba menghitung
sudut Bulan-Bumi-Matahari dan
mencari perbandingan jarak dari Bumi-
Matahari, dan Bumi-Bulan. Aristachrus
juga merupakan orang pertama yang
menyimpulkan Bumi bergerak
mengelilingi Matahari dalam lintasan
berbentuk lingkaran yang menjadi titik
awal teori Heliosentrik. Jadi bisa kita
lihat kalau teori heliosentrik bukan teori
yang baru muncul di masa Copernicus.
Namun jauh sebelum itu, Aristrachrus
sudah meletakkan dasar bagi teori
heliosentris tersebut.
Pada era Alexandria, Eratoshenes
(276-195BC) dari Yunani berhasil
menemukan cara mengukur besar Bumi,
dengan mengukur panjang bayangan
dari kolom Alexandria dan Syene. Ia
menyimpulkan, perbedaan lintang
keduanya merupakan 1/50 dari
keseluruhan revolusi. Hasil
perhitungannya memberi perbedaan
sebesar 13% dari hasil yang ada saat ini.
Ptolemy dan Teori Geosentrik
Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa
semua objek bergerak relatif terhadap
bumi. Dan teori ini dipercaya selama
hampir 1400 tahun. Tapi teori
geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu
Matahari dan Bulan bergerak dalam
jejak lingkaran mengitari Bumi,
sementara planet bergerak tidak teratur
dalam serangkaian simpul ke arah timur.
Untuk mengatasi masalah ini, Ptolemy
mengajukan dua komponen gerak. Yang
pertama, gerak dalam orbit lingkaran
yang seragam dengan periode satu
tahun pada titik yang disebut deferent.
Gerak yang kedua disebut epycycle,
gerak seragam dalam lintasan lingkaran
dan berpusat pada deferent.
Teori heliosentrik dan gereja
Nicolaus Copernicus (1473-1543)
merupakan orang pertama yang secara
terang-terangan menyatakan bahwa
Matahari merupakan pusat sistem Tata
Surya, dan Bumi bergerak
mengeliinginya dalam orbit lingkaran.
Untuk masalah orbit, data yang didapat
Copernicus memperlihatkan adanya
indikasi penyimpangan kecepatan sudut
orbit planet-planet. Namun ia
mempertahankan bentuk orbit lingkaran
dengan menyatakan bahwa orbitnya
tidak kosentrik. Teori heliosentrik
disampaikan Copernicus dalam
publikasinya yang berjudul De
Revolutionibus Orbium Coelestium
kepada Paus Pope III dan diterima oleh
gereja.
Tapi dikemudian hari setelah kematian
Copernicus pandangan gereja berubah
ketika pada akhir abad ke-16 filsuf Italy,
Giordano Bruno, menyatakan semua
bintang mirip dengan Matahari dan
masing-masing memiliki sistem planetnya
yang dihuni oleh jenis manusia yang
berbeda. Pandangan inilah yang
menyebabkan ia dibakar dan teori
Heliosentrik dianggap berbahaya karena
bertentangan dengan pandangan gereja
yang menganggap manusialah yang
menjadi sentral di alam semesta.
Lahirnya Hukum Kepler
Walaupun Copernicus telah menerbitkan
tulisannya tentang Teori Heliosentrik,
tidak semua orang setuju dengannya.
Salah satunya, Tycho Brahe
(1546-1601) dari Denmark yang
mendukung teori matahari dan bulan
mengelilingi bumi sementara planet
lainnya mengelilingi matahari. Tahun
1576, Brahe membangun sebuah
observatorium di pulau Hven, di laut
Baltic dan melakukan penelitian disana
sampai kemudian ia pindah ke Prague
pada tahun 1596.
Di Prague, Brahe menghabiskan sisa
hidupnya menyelesaikan tabel gerak
planet dengan bantuan asistennya
Johannes Kepler (1571-1630). Setelah
kematian Brahe, Kepler menelaah data
yang ditinggalkan Brahe dan
menemukan bahwa orbit planet tidak
sirkular melainkan elliptik.
Kepler kemudian mengeluarkan tiga
hukum gerak orbit yang dikenal sampai
saat ini yaitu ;
1. Planet bergerak dalam orbit ellips
mengelilingi matahari sebagai
pusat sistem.
2. Radius vektor menyapu luas yang
sama dalam interval waktu yang
sama.
3. Kuadrat kala edar planet
mengelilingi matahari sebanding
dengan pangkat tiga jarak rata-
rata dari matahari.
Kepler menuliskan pekerjaannya dalam
sejumlah buku, diantaranya adalah
Epitome of The Copernican Astronomy
dan segera menjadi bagian dari daftar
Index Librorum Prohibitorum yang
merupakan buku terlarang bagi umat
Katolik. Dalam daftar ini juga terdapat
publikasi Copernicus, De Revolutionibus
Orbium Coelestium.
Hipotesis Nebula
Hipotesis nebula pertama kali
dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg
(1688-1772)[1] tahun 1734 dan
disempurnakan oleh Immanuel Kant
(1724-1804) pada tahun 1775.
Hipotesis serupa juga dikembangkan
oleh Pierre Marquis de Laplace[2]
secara independen pada tahun 1796.
Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan
Hipotesis Nebula Kant-Laplace,
menyebutkan bahwa pada tahap awal,
Tata Surya masih berupa kabut raksasa.
Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan
gas yang disebut nebula, dan unsur gas
yang sebagian besar hidrogen. Gaya
gravitasi yang dimilikinya menyebabkan
kabut itu menyusut dan berputar
dengan arah tertentu, suhu kabut
memanas, dan akhirnya menjadi bintang
raksasa (matahari). Matahari raksasa
terus menyusut dan berputar semakin
cepat, dan cincin-cincin gas dan es
terlontar ke sekeliling matahari. Akibat
gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat
seiring dengan penurunan suhunya dan
membentuk planet dalam dan planet
luar. Laplace berpendapat bahwa orbit
berbentuk hampir melingkar dari planet-
planet merupakan konsekuensi dari
pembentukan mereka.
Teori Pembentukan Tata Surya Awal
Abad ke-20
Teori Pembentukan Tata Surya Abad 20
Perkembangan teori pementukan Tata
Surya pada dekade terakhir abad ke-19
dan dekade pertama abad ke-20,
didominasi oleh 2 orang Amerika yakni
Thomas Chamberlin (1843-1928) dan
Forest Moulton (1872-1952). Dalam
membangun teorinya, mereka
melakukan komunikasi secara konstan,
bertukar pemikiran dan menguji ide-ide
yang muncul, namun publikasi atas
karya besar mereka dilakukan secara
terpisah.
Pada tahun 1890-an, Chamberlin
menawarkan solusi untuk teori nebula
Laplace. Ia menawarkan adanya satu
akumulasi yang membentuk planet atau
inti planet (objek kecil terkondensasi
diluar materi nebula) yang kemudian
dikenal sebagai planetesimal. Menurut
Chamberlin, planetesimal akan
bergabung membentuk proto planet.
Namun karena adanya perbedaan
kecepatan partikel dalam dan partikel
luar, dimana partikel dalam bergerak
lebih cepat dari partikel luar, maka
objek yang terbentuk akan memiliki spin
retrograde. Walaupun ide planetesimal
ini cukup baik, sejak tahun 1900
Chamberlin dan Moulton
mengembangkan teori alternatif untuk
pembentukan planet. Keduanya
mengembangkan teori tentang materi
yang terlontar dari bintang membentuk
nebula spiral. Nebula spiral ini tidak
diketahui asalnya dan berhasil dipotret
oleh para pengamat. Menurut mereka,
materi yang terlontar ini bisa
membentuk planet yang akan mengitari
bintang induknya. Tapi ide ini kemudian
mereka tolak karena orbit yang mereka
dapatkan terlalu eksentrik/lonjong.
Chamberlin kemudian membangun teori
baru yang melibatkan erupsi matahari.
Ia memberikan kemungkinan bahwa
spiral nebula merupakan hasil interaksi
pemisahan dari bintang yang berada
dalam proses erupsi dengan bintang
lainnya. Teori ini membutuhkan
matahari yang aktif dengan prominensa
yang masif. Namun sayangnya gaya
pasang surut bintang yang berinteraksi
dengan matahari hanya mampu
menahan materi prominensa di luar
matahari tapi tidak mampu
memindahkan materi dari matahari.
Untuk itu dibutuhkan jarak matahari-
bintang lebih besar dari limit Roche
untuk matahari dan massa masif yang
lebih besar dari massa matahari untuk
bintang lainnya.
Teori Pasang Surut
Jeans Astronomi Inggris, James
Jeans (1877-1946) mengemukakan
Tata Surya merupakan hasil
interaksi antara bintang lain dan
matahari. Perbedaan ide yang ia
munculkan dengan ide Chamberlin
– Moulton terletak pada
absennya prominensa. Menurut
Jeans dalam interaksi antara
matahari dengan bintang lain yang
melewatinya, pasang surut yang
ditimbulkan pada matahari sangat
besar sehingga ada materi yang
terlepas dalam bentuk filamen.
Filamen ini tidak stabil dan pecah
menjadi gumpalan-gimpalan yang
kemudian membentuk proto
planet. Akibat pengaruh gravitasi
dari bintang proto planet memiliki
momentum sudut yang cukup untuk
masuk kedalam orbit disekitar
matahari. Pada akhirnya efek
pasang surut matahari pada proto
planet saat pertama kali melewati
perihelion memberikan
kemungkinan bagi proses
pembentukan planet untuk
membentuk satelit.
Pada model ini tampaknya spin matahari
yang lambat dikesampingkan karena
dianggap matahari telah terlebih dahulu
terbentuk sebelum proses pembentukan
planet. Selain itu tanpa adanya
prominensa maka kemiringan axis solar
spin dan bidang orbit matahari-bintang
tidak akan bisa di jelaskan.
Tahun 1919, Jeans memperbaharui
teorinya. Ia menyatakan bahwa saat
pertemuan kedua bintang terjadi, radius
matahari sama dengan orbit Neptunus.
Pengubahan ini memperlihatkan
kemudahan untuk melontarkan materi
pada jarak yang dikehendaki. Materinya
juga cukup dingin, dengan temperatur
20 K dan massa sekitar ½ massa
jupiter. Harold Jeffreys (1891-1989)
yang sebelumnya mengkritik teori
Chamberlin-Moulton juga memberikan
beberapa keberatan atas teori Jeans.
Keberatan pertamanya mengenai
keberadaan bintang masif yang jarang
sehingga kemungkinan adanya bintang
yang berpapasan dengan matahari pada
jarak yang diharapkan sangatlah kecil.
Tahun 1939, keberatan lain datang dari
Lyman Spitzer (1914-1997).
Menurutnya jika matahari sudah berada
dalam kondisi sekarang saat materinya
membentuk Jupiter maka diperlukan
materi pembentuk yang berasal dari
kedalaman dimana kerapatannya sama
dengan kerapatan rata-rata matahari
dan temperatur sekitar 106 K. Tapi jika
harga temperatur ini dipakai dalam
persamaan untuk massa kritis jeans,
maka massa minimum Jupiter menjadi
100 kali massa Jupiter saat ini
Hipotesis Planetisimal
Hipotesis planetisimal pertama kali
dikemukakan oleh Thomas C.
Chamberlin dan Forest R. Moulton pada
tahun 1900. Hipotesis planetisimal
mengatakan bahwa Tata Surya kita
terbentuk akibat adanya bintang lain
yang lewat cukup dekat dengan
matahari, pada masa awal pembentukan
matahari. Kedekatan tersebut
menyebabkan terjadinya tonjolan pada
permukaan matahari, dan bersama
proses internal matahari, menarik materi
berulang kali dari matahari. Efek
gravitasi bintang mengakibatkan
terbentuknya dua lengan spiral yang
memanjang dari matahari. Sementara
sebagian besar materi tertarik kembali,
sebagian lain akan tetap di orbit,
mendingin dan memadat, dan menjadi
benda-benda berukuran kecil yang
mereka sebut planetisimal dan beberapa
yang besar sebagai protoplanet. Objek-
objek tersebut bertabrakan dari waktu
ke waktu dan membentuk planet dan
bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya
menjadi komet dan asteroid.
Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis pasang surut bintang pertama
kali dikemukakan oleh James Jeans pada
tahun 1917. Planet dianggap terbentuk
karena mendekatnya bintang lain
kepada matahari. Keadaan yang hampir
bertabrakan menyebabkan tertariknya
sejumlah besar materi dari matahari dan
bintang lain tersebut oleh gaya pasang
surut bersama mereka, yang kemudian
terkondensasi menjadi planet. Namun
astronom Harold Jeffreys tahun 1929
membantah bahwa tabrakan yang
sedemikian itu hampir tidak mungkin
terjadi. Demikian pula astronom Henry
Norris Russell mengemukakan
keberatannya atas hipotesis tersebut.
Hipotesis Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya
dikemukakan oleh astronom Belanda
yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973)
pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi
menjelaskan bahwa Tata Surya
terbentuk dari bola kabut raksasa yang
berputar membentuk cakram raksasa.
Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis bintang kembar awalnya
dikemukakan oleh Fred Hoyle
(1915-2001) pada tahun 1956.
Hipotesis mengemukakan bahwa
dahulunya Tata Surya kita berupa dua
bintang yang hampir sama ukurannya
dan berdekatan yang salah satunya
meledak meninggalkan serpihan-
serpihan kecil. Serpihan itu
terperangkap oleh gravitasi bintang yang
tidak meledak dan mulai
mengelilinginya.
Beberapa Teori Paska Kemunculan Teori
Newton
Kemunculan Newton dengan teori
gravitasinya menjadi dasar yang kuat
dalam menciptakan teori ilmiah
pembentukan Tata Surya. Dalam
artikel ini akan dibahas teori
pembentukan Tata Surya yang lahir
sesudah era Newton sampai akhir abad
ke-19. Perkembangan teori
pembentukan Tata Surya sampai dengan
tahun 1960 terbagi dalam dua
kelompok pemikiran yakni teori monistik
yang menyatakan bahwa matahari dan
planet berasal dari materi yang sama.
Dan yang kedua teori dualistik
menyatakan matahari dan bumi berasal
dari sumber materi yang berbeda dan
terbetuk pada waktu yang berbeda.
Teori Komet Buffon
Tahun 1745, George comte de Buffon
(1701-1788) dari Perancis
mempostulatkan teori dualistik dan
katastrofi yang menyatakan bahwa
tabrakan komet dengan permukaan
matahari menyebabkan materi matahari
terlontar dan membentuk planet pada
jarak yang berbeda. Kelemahannya
Buffon tidak bisa menjelaskan asal
komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa
komet jauh lebih masif dari
kenyataannya.
Teori Nebula Laplace
Ada beberapa teori yang menginspirasi
terbentuknya teori Laplace, dimulai dari
filsuf Perancis, Renè Descartes
(1596-1650) yang percaya bahwa
angkasa terisi oleh fluida alam semesta
dan planet terbentuk dalam pusaran air.
Sayangnya teori ini tidak didukung dasar
ilmiah.
Seratus tahun kemudian Immanuel Kant
(1724-1804) menunjukkan adanya
awan gas yang berkontraksi dibawah
pengaruh gravitasi sehingga awan
tersebut menjadi pipih. Ide ini
didasarkan dari teori pusaran Descartes
tapi fluidanya berubah menjadi gas.
Setelah adanya teleskop, William
Herschel (1738-1822) mengamati
adanya nebula yang ia asumsikan
sebagai kumpulan bintang yang gagal.
Tahun 1791, ia melihat bintang tunggal
yang dikelilingi halo yang terang. Hal
inilah yang memberinya kesimpulan
bahwa bintang terbentuk dari nebula
dan halo merupakan sisa nebula.
Dari teori-teori ini Pierre Laplace
(1749-1827) menyatakan adanya awan
gas dan debu yang berputar pelan dan
mengalami keruntuhan akibat gravitasi.
Pada saat keruntuhan, momentum
sudut dipertahankan melalui putaran
yang dipercepat sehingga terjadi
pemipihan. Selama kontraksi ada materi
yang tertinggal kedalam bentuk piringan
sementara pusat massa terus
berkontraksi. Materi yang terlepas
kedalam piringan akan membentuk
sejumlah cincin dan materi di dalam
cincin akan mengelompok akibat adanya
gravitasi. Kondensasi juga terjadi di
setiap cincin yang menyebabkan
terbentuknya sistem planet. Materi di
dalam awan yang runtuh dan memiliki
massa dominan akan membentuk
matahari.
Namun menurut Clerk Maxwell
(1831-1879) letak permasalahan teori
ini cincin hanya bisa stabil jika terdiri
dari partikel-partikel padat bukannya
gas. Menurut Maxwell cincin tidak bisa
berkondensasi menjadi planet karena
gaya inersianya akan memisahkan bagian
dalam dan luar cincin. Seandainya
proses pemisahan bisa terlewati, massa
cincin masih jauh lebih masif dibanding
massa planet yang terbentuk.
Permasalahan lain muncul dari
distribusi momentum sudut dimana
tidak ada mekanisme tertentu yang bisa
menjelaskan bahwa keberadaan materi
dalam jumlah kecil, yang membentuk
planet, bisa memiliki semua momentum
sudutnya. Seharusnya sebagian besar
momentum sudut berada di pusat
objek. Jika momentum sudut intrinsik
dari materi luar bisa membentuk planet,
maka kondensasi pusat tidak mungkin
runtuh untuk membentuk bintang,
Penyempurnaan Teori Laplace
Tahun 1854, Edouard Roche
(1820-1883) mengatakan bahwa awan
yang diajukan Laplace dalam teorinya
bisa memiliki kondensasi pusat yang
tinggi sehingga sebagian besar massa
berada dekat spin axis dan memiliki
kaitan yang kecil dengan momentum
angular. Tahun 1873, Roche
menyempurnakan teori Laplace dengan
analisis “Matahari ditambah
atmosfer, yang memiliki kondensasi
pusat yang tinggi. Model ini berada
diluar rentang planet dan mengalami
keruntuhan saat mendingin. Dalam
model ini atmosfer berkorotasi terhadap
matahari. Saat sistem mengalami
keruntuhan kecepatan sudut bertambah
untuk mempertahankan momentum
sudut sementara jarak mengecil. Jika
jarak mengecil lebih cepat dari radius
efektif atmosfer, maka semua atmosfer
diluar jarak akan membentuk cincin.
Keberatan dari James Jeans
(1877-1946). Ia menunjukkan dengan
distribusi nebula yang diberikan oleh
Roche, materi luar akan menjadi
renggang sehingga tidak dapat melawan
gaya pasang surut terhadap pusat
massanya dan kondensasi tidak akan
terjadi. Jeans juga mennunjukkan bahwa
untuk materi di dalam cincin yang
mengalir dari nebula yang runtuh
menuju kondensasi membutuhkan
kerapatan yang lebih besar dari
kerapatan sistem. Hal ini akan
menghasilkan massa atmosfer dengan
magnitudo mendekati magnitudo di
pusat massa, sehingga bisa
menyelesaikan permasalahan
momentum sudut
Sumber :
1. The Origin and Evolution of the Solar
System (M. M. Woolfson)
2. Wikipedia
3. The Origin of Solar System http://
nineplanets.org/origin.html

Share this post :

Posting Komentar

PAPAN PENGUMUMAN

Statistik Blog

 
Support : dzulAceh | DownloadRPP | BerintaNanggroe
Copyright © 2015. IPNU IPPNU PASURUHAN LOR - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Modified by dzulAceh
Proudly powered by Blogger